Minggu, 01 Mei 2011

Life is Beautifful

Berbicara tentang kehidupan memang tidak akan ada habisnya. Bermula dari lahirnya kita sebagai seorang bayi ke dunia ini yang akan menjadi dewasa. Dalam proses perkembangan itu kita belajar mengenai segala hal, belajar untuk hidup. Bila dianalogikan, seperti sebuah biji tumbuh dan berkembang, berakar kuat menancap di tanah yang tak mudah dicabut, berbatang kokoh yang menahan terpaan hujan angin, dengan ratusan ranting cabang dari batang utama pohon tersebut.
Akar yang kuat diibaratkan sebagai pendidikan dasar yang ditanamkan pada seorang anak. Peran orangtua mendominani masa pembentukan dasar yang akan menjadi basis kelanjutan hidup anak ini. Batang yang kokoh merupakan idealisme seseorang yang diperoleh dari banyaknya pengalaman yang digunakan dalam menindak suatu hal. Ranting-ranting disini merupakan hasil dari sosialisasi, salah satu hal yang vokal dari proses kehidupan, “link” antara seseorang dengan orang-orang di sekitarnya.
Kehidupan, sebuah anugerah dari Yang Maha Kuasa yang sudah sepantasnya disyukuri. Dari berjuta-juta sel sperma, hanya satu yang dapat menembus lapisan dinding sel ovum hingga akhirnya berpijak di sini kita sekarang sebagai orang yang terpilih untuk menjalani hidup. Memang bukan kita yang memilih, tapi kita merupakan yang terpilih, terpilih untuk menjalani serangkai petualangan.
Sebagai orang yang terpilih, kita diberi berbagai karunia kelebihan, nurani, otak, bakat, naluri, perasaan, uang, kesehatan, persahabatan, keluarga, sahabat, teman dan masih banyak lagi. Kadang tidak kita sadari bahwa kita telah memiliki semua itu untuk memaknai hidup. Tidakkah seharusnya semua itu sudah cukup menjadi alasan mengapa kita harus memaknai hidup? Jika tidak, mengapa kita memerlukan lebih banyak?^^
Sangat mudah untuk memandang ke sekeliling ke semua orang yang sudah memiliki apa yang kita inginkan, melihat bagaimana mereka berbeda dari kita, lalu berpikir bahwa mereka adalah “jenis orang” kepada semua orang yang kita inginkan itu datang dengan sendirinya. Sedangkan kita bukanlah jenis orang seperti itu, kalau tidak, tentu kita juga sudah memilikinya.
Pemikiran yang sangat rasional dan cara yang sangat lihai bagi orang-orang yang tidak suka berpetualang untuk menghindari tanggung jawab, memilih duduk di tepi lapangan, melihat perang dari balik jeruji dengan berbagai macam perlindungan yang akan menghindarkannya dari berbagai serangan.
Di sisi lain, para petualang tahu cara memaknai hidupnya, para petualang yang mengerti bahwa mereka adalah jenis orang yang seharusnya memiliki hal-hal yang mereka inginkan dan dengan suatu perjuanganlah para petualang akan mendapatkannya. Karena jika tidak, mereka tidak diberi karunia untuk menginginkannya.
Para petualang menghadapi tantangan-tantangan, petualangan yang besar. Dalam memaknainya, kita harus menghidupi kebenaran yang kita temukan dengan menerapkan prinsip-prinsip, jangan pernah lagi berpikir “Aku tidak tahu”, “Mengapa tidak sesuai harapan”, atau “Aku tidak bisa”. Pikiran-pikiran tersebut terkadang membuat turunnya semangat kita, cobalah memandang ke depan dengan impian yang ada di benak, dan kita akan mengerti makna hidup kita karena harapan itu selalu ada.
Hidup diibaratkan menggoreskan kuas pada selembar kertas kosong yang putih bersih dengan berbagai macam warna. Masing-masing warna memiliki maknanya masing-masing. Pada bagian awal, banyak torehan warna cerah. Kuning, merah muda, hijau muda, warna cerah memunculkan keceriaan tersendiri. Namun, tak jarang dijumpai warna-warna gelap di dalamnya. Warna gelap tidak selalu didefinisikan sebagai suatu mimpi buruk. Karena kebanyakan dari manusia di bumi dapat mengintisarikan warna tersebut dan  mendapat makna hidup yang sebenarnya dari pendaran warna gelap.
Detik, menit, dan jam berjalan dengan begitu cepat. Sekarang ini, kita adalah cikal bakal hari-hari esok kita. Jadi, segeralah bertindak, lakukan tindakan yang membuat kehidupan kita bermakna.
Setelah semua uraian di atas, dengan daya sebesar yang kita miliki..masihkah kita menghindar untuk memaknai hidup kita??
Silakan memilih, untuk menjadi orang yang lihai menghindar dari tanggung jawab yang selalu memilih warna cerah dan menghindari gelap, atau menjadi petualang yang dapat mengintisarikan suatu kegelapan untuk menemukan terang yang indah yang dapat memaknai hidup sebenarnya.
Karena hidup itu memang indah.